Quote

"The nation behaves well if it treats the natural resources as assets which it must turn over to the next generation increased, and not impaired in value." Theodore Roosevelt

Thursday, December 10, 2009

Community Social Responsibility

Mungkin belum banyak orang sadari bahwa masyarakat Indonesia mungkin sudah lebih dahulu mengembangan praktek-praktek tanggung jawab sosialnya, atau yang saya sebut Community Social Responsibility.

Jika saya ingat, rasanya sejak saya masih balita atau bahkan jauh sebelumnya, saya sudah sering mendengar kegiatan-kegiatan sosial yang didedikasikan untuk membantu masyarakat sekitarnya atau bahkan masyarakat yang mereka tidak kenal namun dianggap membutuhkan seperti korban bencana alam, sudah banyak orang yang mengatasnamakan komunitas tertentu menerapkan dan melaksanakan CSR mereka.

Hal ini mungkin terjadi karena secara culture, masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang berkoloni atau mengelompok. Mulai dari yang atas dasar kesamaan kepercayaan/agama seperti kelompok pengajian atau komunitas gereja, kesamaan hobby seperti komunitas sepeda tua/ motor gede, kesamaan aspirasi politik, kesamaan lokasi rumah seperti komunitas sunda kelapa, atau karang taruna dan masih banyak contoh lainnya.

Dengan berkembangnya teknologi komunitas-komunitas seperti ini pun semakin tumbuh subur mulai dari blogger group sehat yang akhirnya membela prita mulyasari melawan Omni, kemudian komunitas facebookers yang membela kasus bibit dan chandra beberapa waktu lalu. Dan masih banyak lagi komunitas-komunitas baru yang tumbuh dan berkembang pesat dengan berbagai dasar persamaan sebagai alasan pertemanan dan jaringan mereka.

Jika kita cermati, banyak dari komunitas-komunitas ini yang kemudian memiliki rasa tanggung jawab sosial yang cukup tinggi kepada masyarakat sekitarnya. Sebagian dari mereka bahkan sudah memiliki target penerima manfaat yang jelas dan terstruktur.

Sebuah contoh di perumahan kami, di bilangan kemang pratama bekasi, dengan komunitas masjid dan komunitas gereja mereka. Komunitas masjid Baitul Jihad kemang pratama 2, memiliki program tanggung jawab sosial (paling tidak ini analisa saya) dengan menyediakan sekolah untuk anak-anak kampung di sekitar perumahan mereka mulai dari jenjang TK-SD, dimana anak-anak diberikan pendidikan tidak hanya soal agama tetapi juga sesuai kurikulum nasional. Pihak masjid juga menyediakan balai pengobatan gratis bagi siapa saja yang mau mengecek kesehatan mereka di masjid.

Pada hari-hari tertentu pihak masjid mengadakan seminar mengenai isu-isu penting seputar masalah rumah tangga, pendidikan anak hingga isu umum lainnya.

Kegiatan mereka telah mampu memberi dampak yang cukup positif dari masyarakat sekitar perumahan yang mungkin menganggap penghuni kemang pratama adalah orang-orang yang mampu dan tidak mau bergaul dengan mereka. Apa yang dilakukan oleh komunitas masjid telah menjembatani kesenjangan dan komunikasi antara para pihak yang berkepentingan.

Sama halnya dengan komunitas gereja, pada hari-hari tertentu mereka mengadakan pengobatan gratis, donor darah, dan kegiatan pemberdayaan lain yang cukup terlihat dampak positifnya bagi masyarakat kampung sekitar perumahan.

Di beberapa perusahaan, yang memiliki komunitas perempuan, kegiatan sosial juga banyak dilakukan mulai dari baksos ke panti asuhan, mengumpulkan sumbangan saat terjadi bencana alam hingga turun ke lokasi bencana dan memberikan pelatihan pada para ibu yang saat itu mengalami trauma psikis dengan keterampilan-keterampilan hidup yang mampu memberdayakan mereka setelah bencana usai.

Di semarang, ada sekelompok ibu-ibu pengajian yang jauh-jauh pergi ke jogja pada saat terjadi gempa dan memberikan sumbangan kebutuhan wanita pada ibu-ibu dan remaja putri disana. Mereka juga mengajak mereka mengaji untuk menguatkan hati menghadapi cobaan hidup dan memberikan pelatihan keterampilan seperti; bekal untuk membuka salon.

Komunitas remaja atau mahasiswa peduli, juga banyak yang melakukan rentetan kegiatan sosial sebagai perwujudan tanggung jawab sosial mereka terhadap lingkungannya.

Ada yang mendedikasikan diri mengajarkan anak-anak jalanan, mendirikan sekolah untuk anak pemulung, memberikan keterampilan hidup seperti mendaur ulang limbah plastik, menjahit dan lain-lain.

Semua contoh tadi membuktikan bahwa di Indonesia CSR sudah lama dan mendarah daging namun dalam bentuk yang berbeda, bukan Corporate yang menjadi penggeraknya, tetapi Community.

Analisa saya yang saya yakin masih perlu diperdalam dengan survey dan riset dari berbagai sisi, memang masih memiliki kekurangan dan keterbatasan yang mungkin dapat membantu kita, praktisi CSR memahami dengan lebih baik mengenai budaya CSR di Indonesia.

Sehingga memudahkan kita dalam merancang dan mempersiapkan strategi dan kerangka kerja untuk komunitas kita atau untuk perusahaan kita.

Di beberapa perusahaan yang memiliki komunitas atas produknya atau komunitas internal atas aktifitas non office mereka, terbukti lebih solid dan lebih mudah menerapkan atau melaksanakan program sosial mereka.

Perusahaan seperti GE dan SCB membentuk komunitas sukarelawan mereka sendiri yang terdiri dari karyawan mulai dari level bawah hingga atas, yang mereka dedikasikan untuk terjun melakukan berbagai kegiatan sosial.

Yamaha dengan komunitas bikers nya, juga sering kali mengadakan aktifitas sosial yang melibatkan masyarakat umum.

Belajar dari contoh-contoh tersebut saya merasa, pendekatan Community Social Responsibility lebih cocok dikembangkan di Indonesia dibandingkan Corporate Social Responsibility.

Secara individu, masyarakat Indonesia lebih mudah disentuh hati nuraninya dibandingkan secara business atau jabatan.

Ini pendapat saya, yang saya harap dapat saya perkuat dengan riset yang lebih dalam lagi.

Desember 1009

Wednesday, December 9, 2009

Sebuah Analisa

Analisa terhadap Implementasi CSR di Indonesia

Jurnal sosioteknologi Edisi 12 tahun 6, Desember 2007 oleh Chairil N.Siregar menuliskan bahwa dalam perjalannya CSR banyak menghadapi kendala-kendala yang diantaranya;
a. Program CSR belum tersosialisasikan dengan baik di masyarakat
b. Masih terjadi perbedaan pandangan antara institusi-intsitusi pemerintah mengenai CSR berdasarkan UU PT tahun 74 yang baru.
c. Belum adanya aturan jelas dalam pelaksanaan CSR di kalangan perusahaan

Menanggapi identifikasi kendala a dan b, berbagai departemen yang terkait dengan pelaksanaan CSR di Indonesia telah berusaha untuk menyamakan persepsi mereka. Hal ini dapat kita cermati melalui berbagai seminar yang mereka adakan bekerjasama dengan pihak LSM, Perguruan Tinggi dan Swasta. Beberapa diantaranya bahkan memiliki jaringan atau forum CSR sendiri. Seperti Menkokesra, yang setiap tahun berusaha mensosialisasikan kepada masyarakat umum mengenai trend terbaru konsep dan pelaksanaan CSR oleh praktisi Swasta, LSM dan PT.

Sepatutnya kita memberikan dukungan positif dan terus menerus memberi masukan, ide serta terobosan-terobosan baru kepada pemerintah dan masyarakat umum mengenai konsep, strategi dan pelaksanaan terbaik program CSR yang lebih mengacu pada pemberdayaan dan mulai meninggalkan konsep charity yang terbukti tidak berkelanjutan dan kurang mendidik.

Untuk kendala c, kita patut bersyukur bahwa beberapa tahun belakangan ini konsep standarisasi pelaksanaan CSR mulai bermunculan. Beberapa diantaranya bahkan cukup detil mengatur bagaimana CSR harus dilaksanakan dan didokumentasikan. Ada SA 9000, ISO 26000 untuk standarisasi manajemen CSR, sementara itu GRI (Global Report Initiative) lebih mengatur masalah standarisasi pelaporan secara internasional yang lebih dikenal dengan Sustainability Report dimana ada lebih dari 70-an kriteria yang dipertanyakan. Pemerintah Indonesia pun telah mengeluarkan sistem standarisasi sendiri yang mereka sebut PROPER dengan penetapan level tanggung jawab perusahaan yang terepresentasi dalam warna mulai dari hitam hingga hijau.

Untuk itu, sekarang sebenarnya tidak sulit mendapatkan referensi CSR mulai dari konsep, strategi pengelolaan, pembuatan program hingga penyusunan indikator keberhasilannya, beragam CSR forum dan reseach telah menyediakan semua hal tersebut. Bahkan beberapa kantor consultant yang dahulu mungkin hanya melayani management, marketing, branding hingga customer service mulai melirik bisnis baru yaitu menyediakan layanan konsultasi strategi CSR untuk pelanggannya.

Apapun konsep yang digunakan, tidak akan efektif dilaksanakan jika pada saat penyusunan program perusahaan tidak berusaha melakukan survey kebutuhan program terhadap target penerima manfaatnya terlebih dahulu.

Beberapa perusahaan sudah mulai melakukan pendekatan CSR dengan melaksanakan baseline survey terhadap target masyarakat yang menjadi stakeholder perusahaan, kemudian needs assessment analysis berdasarkan baseline survey tadi.

Baseline survey dibutuhkan oleh perusahaan dengan komunitas masyarakat penerima manfaat tetap seperti perusahaan perkebunan, pertambangan, miyak/gas dan pabrik. Dimana aktifitas usaha mereka berdampak langsung pada kondisi masyarakat sekitarnya.

Baseline survey memberi cara bagi perusahaan untuk menemukan indikator dasar masyarakat sekitarnya, yang nantinya ia bantu dan berdayakan melalui program-program sesuai arahan visi misi perusahaan. Hanya dengan mengukur dan menganalisa indikator-indikator yang telah ditentukan tadi, pihak manajemen mendapatkan persentase perubahan aktual atas program yang mereka laksanakan.

Sebagai contoh; jika awal indikator pendidikan masyarakat setempat adalah tingkat buta huruf yang tinggi, maka program pendidikan yang mereka lakukan sebaiknya mampu menurunkan angka atau jumlah masyarakat buta huruf itu tadi sehingga sekian persen (tergantung target perusahaan masing-masing).

Dengan demikian, pihak manajemen akan lebih mudah membuat analisa keberhasilan program dimana manfaatnya dapat langsung terbaca oleh pihak luar, selain itu program tadi dapat menurunkan budget rekruitmen karena perusahaan bisa mengambil calon tenaga kerja lokal lebih tinggi dari sebelumnya.

Selain dari baseline survey dan Needs Assessment Analysis, perusahan juga perlu melakukan social impact assessment yang mengukur tingkat kepuasan penerima manfaat (dalam hal ini masyarakat) untuk memahami apakah program yang dianggap penting dan baik untuk mereka juga dianggap sama pentingnya. Dan mengukur sejauh mana image building yang dilakukan perusahaan berhasil.

Sebenarnya banyak cara yang bisa dilakukan untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan CSR sebuah perusahaan. Salah satunya adalah jika perusahaan tersebut adalah perusahaan yang memiliki produk yang dijual. Perusahaan bisa mengambil data awal market share mereka sebelum program CSR mereka laksanakan. Kemudian setelah itu membandingkan market share mereka setelah program CSR mereka laksanakan. Apakah naik atau turun.

Bisa juga mengukur seberapa jauh masyarakat mengenal perusahaan tersebut, lagi-lagi melalui survey langsung. Bisa lewat telpon atau face-to-face, perusahaan bisa mengukur perubahan tingkat image building mereka dimata masyarakat sebelum dan sesudah CSR dilaksanakan.

Banyak referensi-referensi dan metode lain yang bisa kita akses melalui internet untuk membantu kita melaksanakan program CSR kita. Beberapa situs seperti business respect bahkan menyediakan analisa pembelajaran atas kasus tanggung jawab sosial beberapa perusahaan terkemuka dan mendunia.

Sekian dulu sharing nya dari saya, mohon maaf atas kekurangan atau kekeliruan yang saya tuliskan. Monggo silahkan email saya atau komentari jika memang Anda tertarik untuk berdiskusi lebih lanjut.

Desember 2009

Tanggung Jawab Sosial di Indonesia

Beberapa tahun belakangan ini kita sering kali mendengar istilah CSR di media cetak, elektronik bahkan di tema-tema pelatihan dan seminar di Indonesia.

CSR sendiri atau Corporate Social Responsibility secara ide tercetus pada tahun 70-an akhir dan pendekatannya telah berkembang terus menerus hingga kini.

Pada awalnya tanggung jawab sosial yang diperkenalkan hanya mencakup kewajiban terhadap karyawan dan lingkungan, kemudian pada tahun 80-an mulai diperkenalkan teori pemangku kepentingan (stakeholder theory vs shareholder values), tahun 90-an berkembang lagi menjadi pendekatan corporate citizenship dan pada tahun 2000-an mulailah isu-isu global masuk kedalam konsep SR mulai dari hak asasi manusia, perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan.

Dewasa ini sebuah organisasi research mengenai tanggung jawab sosial berbasis di london, UK memperkenalkan konsep baru yang tidak mengutamakan keberlanjutan atau sustainability tetapi lebih kepada kemampuan bertahan perusahaan atau durrability.

Pemerintah Indonesia sendiri telah memberi response positif terhadap pelaksanaan konsep ini dengan menteladani pelaksanaan tanggung jawab sosial BUMN yang dipatok lebih kurang 2% dari margin, untuk mendukung pertumbuhan usaha mikro termasuk industri rumahan sebagai usaha dampingan perusahaan.

Bank-Bank milik pemerintah telah menjalankan konsep ini bertahun-tahun, sebagai contoh BRI yang mampu mengalokasikan 2,25% untuk dana CSR mereka dari net incomenya yang mencapai 5,9T (berdasarkan riset Sukrisno Agoes-Tarumanegara, Des 2009).

BRI sebagai bank dengan nasabah masyarakat ekonomi kecil-menengah terbesar telah membuktikan bahwa program-program yang ditawarkan oleh BRI dalam bentuk tabungan hingga kredit usaha untuk masyarakat desa mampu membawa BRI menjadi Bank dengan cash flow tertinggi dibanding bank lainnya, BRI juga cenderung memiliki ROA-ROE-NPM yang baik.

Kami mendedikasikan blog ini sebagai ajang pembelajaran dan tukar informasi mengenai konsep-konsep tanggung jawab sosial sebuah perusahaan ataupun komunitas tertentu. Dimana kedepannya kami berharap dapat memetik best practice dan juga lesson learn yang practical dan terbukti efektifitasnya dalam membantu percepatan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Silahkan teman-teman yang ingin berbagi bisa menuliskan ide-idenya melalui komentar atau email ke missluki@live.com

Kami tunggu partisipasinya..

Salam